Selidiki Pasal 6 Undang-Undang ITE
Secara lugas, Undang-Undang adalah perangkat hukum yang paling tegak dan kaku. Undang-Undang merupakan bentuk dari hukum atau peraturan paling sakral yang dimiiki oleh suatu negara melalui sebuah tulisan. Yang dengan itu, diharapkan suatu peraturan atau hukum tidak dapat semena-mena di ubah atau tidak di patuhi.
Maka suatu Undang-Undang harus pula di buat berdasarkan logika bahasa yang tepat. Kali ini saya akan menyelidiki Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) yang merupakan kejelasan hukum untuk para pengguna teknologi dalam memiliki, menggunakan, mendistribusikan dan lain-lain dokumen atau alat Informasi dan Teknologi Elektronik.
Yaitu satu pasal yang kemungkinan tidak mengikuti logika bahasa yang baik. Pasal tersebut ialah Pasal 6 UU ITE, dalam pasal tersebut di tuliskan sebagai berikut : di kutip dari situs resmi Lebaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Meskipun kesan bahasa dalam pasal tersebut tegas jika di baca berulang-ulang kali, tetapi ketika pertama kali membaca mungkin saja pembaca akan merasa sukar memahami maksud dari pasal tersebut secara gamblang. Berkemungkinan sekali akan menimbulkan tafsiran yang dipaksakan.
Mungkinkah yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah seperti ini:
Di luar dari yang di tetapkan oleh pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik (IE) dan/atau Dokumen Elektronik (DE) diangggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Jika pun iya, berarti jelas menurut hemat saya, kata-kata diawal kalimat tidak enak dibaca. Mungkin saja bisa di susun seperti ini misalnya:
Mengenai ketentuan pada pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli. Dalam hal ini berlaku ketentuan lain, bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Ekektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.
Sangat disayangkan sekali, jika pada akhirnya banyak Pasal atau ayat dalam Undang-Undang diperdebatkan bahkan di revisi bukan karena sudah tidak sesuai, tetapi memang tidak tepat dalam penyusunan logika bahasanya sehingga menimbulkan tafsiran berbeda-beda.
Bahkan lebih ironis, ketika kerancuan kata-kata dalam Undang-Undang dijadikan alat untuk meloloskan diri dari sanki pidana oleh pihak yang seharusnya bertanggungawab dalam tidakan yang melanggar hukum pidana UU ITE.
Kerancuan tata bahasa dalam Undang-Undang, dalam hal ini khususnya UU ITE kemungkinan lebih dari satu pasal, sehingga banyak kontroversi dalam implementasinya. Selain karena muatan pasal yang sangat sensitif untuk beberapa hal, seperti ponografi (pornoaksi).
Meskipun maksud yang ingin ditegakkan oleh Undang-Undang ITE ini sangat positif dan bahkan perlu dukungan demi kenyamanan dan keamanan bersama.
Wallahualam
@Linna Susanti
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMaaf sudah ada di samping blog, mungkin bisa scroll aga bawah. :) trims
BalasHapus