ku tantang

Sudah ku tulis puisi
tentang wadah yang begitu sangar
namun tetap melamar ku, sampai ku jauh pun.

aku bercerita,
pada angin dan pada hujan yang mendengarkan
aku bercinta gemerlapan,
pada perjalanan yang mengkin terhenti jalan

mungkin aku diceraikan,
di pertigaan jalan pengalaman, berduka
dalam ramai yang hening
wadah yang begitu sangar,
yang baru ku tuai sekarang.

kocak, kata teman - teman ku gerai
kalau mereka tahu,sebodoh itu aku mengabdi
pada jalan mendaki, yang di jalan ku samperi mereka dan berbisik
" mungkin aku ditanduskan di padang"

aku menangisi hujan yang kalah lebat
tawa ku mengalahkan angin dalam menghembus
walau dengan gigi berdarah, ku tunjukkan cerdas tawaku pada ramai

aku pawangi menggerai,
ku tantang puisiku bernyanyi
tentang wadah mengil yang ku tulis terlebih dahulu


aku belum tuntas pasa ramai
aku belum usai, tawa cerdasku.
aku akan bercinta bergerlapan
ku tuang teh atas susu
ku tuang susu pada teh yang ramai
gemerlapan
pada wadah mungil, yang kini sangar, baru ku tuai kisahnya.

ku indahkan ketus kepala wadah
seperti mawar yang kan ku patahkan durinya, diatas ramai
ku salin skema wadah, dalam versiku
mungil dan berdiri dalam tahtanya sendri

ku tantang puisiku bernyanyi
ku tulis surat angin, lewat puisiku ini

aku ingin menuai,

kepala wadah menggerai,
puisiku bertahta indah dalam benar
contoh berbakti pada wadah yang di abdi
aku punya indah, bwercinta dengan cita - cita luhur pada benar

Targetan, menolak dihina terceraikan


Leave a Reply